15 Agustus 2010

Sukes Bisnis Rendang dalam Kemasan Cantik

Berawal dari keinginan agar bisa lebih sering bersama keluarga, Reno Andam Suri memutuskan berhenti bekerja dari sebuah restoran di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Maklum, pekerjaannya yang berkaitan dengan iklan kreatif tak kenal waktu.

Siapa sangka, keputusannya menjadi ibu rumahtangga full time ternyata mengantarkannya menjadi pengusaha makanan yang sukses.

Lantaran banyak waktu luang di rumah, lulusan Desain Grafis, Universitas Trisakti, Jakarta, ini justru bisa merintis usaha Rendang Uni Farah di Tangerang.

Kini, saban bulan, Andam mengantongi penghasilan sekitar Rp 30 juta. Penghasilannya akan meningkat menjadi dua kali lipat saat lebaran dan musim haji.

Rendang bikinan Andam memang cukup istimewa. Perempuan berdarah Minang ini mempertahankan proses pengolahan rendang secara tradisional dengan memakai kayu bakar.

"Saya coba menghadirkan rasa yang mendekati aslinya, seperti yang dibuat di perkampungan di Sumatera Barat, sehingga rasa dan warna Rendang Uni Farah sangat khas," tutur Andam.

Andam pun mengemas rendang olahannya dengan cara istimewa. Ada dua pilihan kemasan, yakni toples kaca cantik dan kemasan plastik kedap udara.

Kemasan kedap udara membuat rendang bikinannya awet hingga sebulan di ruang terbuka. Bahkan, bila ditaruh di lemari pendingin, rendang ini bisa awet hingga enam bulan.

Padahal, rendang bikinan Andam bukanlah rendang runtiah (rendang kering). Rendang Uni Farah layaknya rendang basah, yang berupa potongan daging dengan berlumuran bumbu dan minyak khas.

Dengan teknik kemasan seperti itu, Rendang Uni Farah kerap dijadikan parsel, terutama yang berwadah toples cantik. Selain itu, rendang bikinan Andam ini kerap menjadi buah tangan. Tak hanya ke luar kota atau daerah, rendang buatannya sudah melanglang ke luar negeri. Biasanya, pembeli memakai rendang ini sebagai pengobat rindu orang Indonesia di luar negeri. "Menjadikan rendang sebagai sebuah bingkisan akan terasa lebih personal dan istimewa," imbuh Andam.

Pemasaran Rendang Uni Farah kini mencakup wilayah Jabodetabek. Ada juga pesanan dari Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung. Andam mengaku juga kerap mendapat pesanan dari konsumen yang ingin membawa produknya ini ke luar negeri, seperti Singapura, China, Prancis, Amerika, dan Belanda.

Sejak dua tahun lalu, ibu dua anak ini juga melayani paket rendang sekali makan khusus haji. Kini, Andam memproduksi aneka varian rendang, yakni rendang daging, paru, dan udang. Ada pula rendang kentang untuk kaum vegetarian.

Yakin dengan keistimewaan produknya, perempuan berusia 38 tahun ini berani mematok harga di atas rata-rata. Satu kemasan rendang berbobot 500 gram, ia hargai Rp 85.000. Adapun satu kemasan parsel toples kaca ia jual Rp 225.000-Rp 275.000.

Berkat inovasi rendang kemasannya, perempuan kelahiran Jakarta ini berhasil menjadi salah satu pemenang Penghargaan Wanita dan Wirausaha Femina 2009.

Andam memperoleh ketrampilan memasak rendang secara turun-temurun. Maklum, keluarganya yang asli Sumatera Barat memang sangat menggemari masakan yang satu ini kendati sudah lama menetap di Jakarta.

Meski awalnya iseng, ternyata bingkisannya mendapat respon bagus. Banyak permintaan yang datang sehingga dia memutuskan berbisnis rendang sejak enam tahun silam. Ibu dua anak ini memakai racikan warisan sang ibu. Bahkan, ia mempertahankan penggunaan kayu bakar sebagai ciri khas rendang kampung.

Dari hasil tabungannya, Andam mengeluarkan modal Rp 5 juta untuk membeli peralatan dan bahan baku. Ia pun menamakan usahanya Rendang Uni Farah, yang diambil dari nama putri pertamanya.

Di saat awal, pembelinya sebatas teman dan kenalan yang menyebarkan informasi lewat mulut ke mulut. Kemasan yang digunakan pun masih berupa kotak plastik untuk kue.

Ternyata kabar kekhasan rasa rendang Uni Farah terus tersebar. Beberapa bulan berselang, bertepatan dengan Ramadhan, ada yang meminta dibuatkan rendang untuk kebutuhan parsel. Andam lalu berkreasi dengan mengemasnya dalam toples kaca supaya terlihat elegan.

Beruntung ia punya latar pendidikan bidang desain. Makanya, ia bisa mendesain sendiri kertas label dan merek pada toples, termasuk mempercantik toples dengan hiasan.

Lambat laun, permintaan yang datang tidak sebatas dari Jabodetabek. Setahun kemudian, ada pembeli yang minta dibuatkan rendang untuk dibawa ke luar negeri. "Tapi, kalau pakai kemasan plastik roti biasa, butuh banyak tempat," sebutnya.

Kebutuhan itu memicu Andam kembali berkreasi berdasarkan ide yang dia peroleh dari televisi. Dia membeli mesin vacuum dan mencoba menerapkannya untuk pengemasan rendang. Sekitar dua minggu dia melakukan ujicoba hingga akhirnya bisa mengemas rendang memakai mesin vacuum. "Karena harus didinginkan dulu, proses vacuum memakan waktu sampai dua hari," terangnya.

Ia bilang, untuk memasak rendang butuh waktu sekitar tujuh jam. Saat mengaduk, ia harus sabar dan perlahan supaya daging tidak banyak yang hancur. Sementara, proses pendinginan bisa sampai sehari penuh agar rasa meresap dan sekaligus meniriskan minyak.

Inovasinya tidak berhenti di sini. Sekitar dua tahun lalu, Andam menghadirkan varian baru kemasan parsel. Selain bentuk toples, dia mengemas rendang yang sudah di-vacuum dalam paperbag cantik.

Selain itu, mulai tahun lalu, Andam pun meluncurkan kemasan rendang sekali makan untuk para jemaah haji. Satu kemasan rendang berisi dua potong daging sehingga selesai makan kemasan bisa langsung dibuang.

Sebagai permulaan, Andam bakal memasok ke supermarket kelas menengah. Setelah pasar dan jaringan terbuka, target berikutnya meningkat ke swalayan kelas atas, seperti Sogo dan Food Hall.

Ia juga ingin mengikuti pameran produk halal dan berpameran hingga ke mancanegara. Namun, saat ini Andam sangat selektif menerima tawaran pameran. Dia mempertimbangkan calon pengunjung yang bakal hadir di pameran. "Apakah orang yang bakal datang bisa terima produk saya," imbuhnya.

Maklum, Andam pernah punya pengalaman kurang enak saat berpameran di Festival Kemang. Karena pengunjungnya sebagian besar anak muda dan sangat segmented, maka produknya kurang dilirik.

Andam juga giat mengumpulkan modal untuk membuka outlet dalam waktu dekat. Selain itu, ia menyimpan impian suatu saat bisa mendirikan Rumah Rendang. Nantinya, di Rumah Rendang bakal menjual beragam varian rendang, mulai rendang daging, vegetarian, ikan, hingga rendang daun kayu yang biasa dibuat masyarakat di pegunungan.

"Ini bisa menggairahkan masyarakat untuk cinta makanan Indonesia," tutur perempuan yang dulu bercita-cita menjadi dokter kandungan ini.

Namun, perjalanan Andam tidak selalu mulus. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini pernah dikeluhkan oleh konsumen. Ceritanya, si pembeli ingin mengirimkan sendiri parsel rendang kepada penerima, walaupun Andam juga menyediakan layanan pengiriman. Ternyata pembeli tadi telat mengirimkannya, sehingga saat parsel sampai ditangan penerima, rendang sudah berjamur.

"Saya jelaskan kelalaian ada pada siapa. Dan, sejak itu demi mengantisipasi kejadian serupa, saya selalu memberi masukan cara memperlakukan parsel jika mereka mau mengirimkan sendiri," tutur Andam.

Tak hanya itu, setahun lalu dia hampir merugi karena pembatalan pesanan. Padahal kala itu dia sudah terlanjur membeli 40 kg daging. Tapi, karena tidak ada ikatan tanda jadi, Andam tidak bisa minta ganti rugi. Akhirnya, bahan baku yang terlanjur dibeli dia olah sebagai stok. Kejadian itu memberi pelajaran berharga baginya agar selalu menerapkan uang muka sebagai tanda jadi.

Karena sangat menyenangi bisnis kulinernya ini, perempuan kelahiran Jakarta ini menikmati setiap perjalanan usahanya. Dia bilang kepuasan tidak selalu berarti banyaknya pesanan atau materi yang didapat, tapi juga dari tanggapan pelanggan yang senang dan puas dengan produknya.

Di luar kesibukan mengembangkan Rendang Uni Farah, Andam masih sempat menyalurkan hobi menulisnya. Bahkan, dia sedang menulis novel trilogi tentang kehidupan religi berbalut roman.

Andam memperoleh ketrampilan memasak rendang secara turun-temurun. Maklum, keluarganya yang asli Sumatera Barat memang sangat menggemari masakan yang satu ini kendati sudah lama menetap di Jakarta.

Meski awalnya iseng, ternyata bingkisannya mendapat respon bagus. Banyak permintaan yang datang sehingga dia memutuskan berbisnis rendang sejak enam tahun silam. Ibu dua anak ini memakai racikan warisan sang ibu. Bahkan, ia mempertahankan penggunaan kayu bakar sebagai ciri khas rendang kampung.

Dari hasil tabungannya, Andam mengeluarkan modal Rp 5 juta untuk membeli peralatan dan bahan baku. Ia pun menamakan usahanya Rendang Uni Farah, yang diambil dari nama putri pertamanya.

Di saat awal, pembelinya sebatas teman dan kenalan yang menyebarkan informasi lewat mulut ke mulut. Kemasan yang digunakan pun masih berupa kotak plastik untuk kue.

Ternyata kabar kekhasan rasa rendang Uni Farah terus tersebar. Beberapa bulan berselang, bertepatan dengan Ramadhan, ada yang meminta dibuatkan rendang untuk kebutuhan parsel. Andam lalu berkreasi dengan mengemasnya dalam toples kaca supaya terlihat elegan.

Beruntung ia punya latar pendidikan bidang desain. Makanya, ia bisa mendesain sendiri kertas label dan merek pada toples, termasuk mempercantik toples dengan hiasan.

Lambat laun, permintaan yang datang tidak sebatas dari Jabodetabek. Setahun kemudian, ada pembeli yang minta dibuatkan rendang untuk dibawa ke luar negeri. "Tapi, kalau pakai kemasan plastik roti biasa, butuh banyak tempat," sebutnya.

Kebutuhan itu memicu Andam kembali berkreasi berdasarkan ide yang dia peroleh dari televisi. Dia membeli mesin vacuum dan mencoba menerapkannya untuk pengemasan rendang. Sekitar dua minggu dia melakukan ujicoba hingga akhirnya bisa mengemas rendang memakai mesin vacuum. "Karena harus didinginkan dulu, proses vacuum memakan waktu sampai dua hari," terangnya.

Ia bilang, untuk memasak rendang butuh waktu sekitar tujuh jam. Saat mengaduk, ia harus sabar dan perlahan supaya daging tidak banyak yang hancur. Sementara, proses pendinginan bisa sampai sehari penuh agar rasa meresap dan sekaligus meniriskan minyak.

Inovasinya tidak berhenti di sini. Sekitar dua tahun lalu, Andam menghadirkan varian baru kemasan parsel. Selain bentuk toples, dia mengemas rendang yang sudah di-vacuum dalam paperbag cantik.

Selain itu, mulai tahun lalu, Andam pun meluncurkan kemasan rendang sekali makan untuk para jemaah haji. Satu kemasan rendang berisi dua potong daging sehingga selesai makan kemasan bisa langsung dibuang.

Sebagai permulaan, Andam bakal memasok ke supermarket kelas menengah. Setelah pasar dan jaringan terbuka, target berikutnya meningkat ke swalayan kelas atas, seperti Sogo dan Food Hall.

Ia juga ingin mengikuti pameran produk halal dan berpameran hingga ke mancanegara. Namun, saat ini Andam sangat selektif menerima tawaran pameran. Dia mempertimbangkan calon pengunjung yang bakal hadir di pameran. "Apakah orang yang bakal datang bisa terima produk saya," imbuhnya.

Maklum, Andam pernah punya pengalaman kurang enak saat berpameran di Festival Kemang. Karena pengunjungnya sebagian besar anak muda dan sangat segmented, maka produknya kurang dilirik.

Andam juga giat mengumpulkan modal untuk membuka outlet dalam waktu dekat. Selain itu, ia menyimpan impian suatu saat bisa mendirikan Rumah Rendang. Nantinya, di Rumah Rendang bakal menjual beragam varian rendang, mulai rendang daging, vegetarian, ikan, hingga rendang daun kayu yang biasa dibuat masyarakat di pegunungan.

"Ini bisa menggairahkan masyarakat untuk cinta makanan Indonesia," tutur perempuan yang dulu bercita-cita menjadi dokter kandungan ini.

Namun, perjalanan Andam tidak selalu mulus. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini pernah dikeluhkan oleh konsumen. Ceritanya, si pembeli ingin mengirimkan sendiri parsel rendang kepada penerima, walaupun Andam juga menyediakan layanan pengiriman. Ternyata pembeli tadi telat mengirimkannya, sehingga saat parsel sampai ditangan penerima, rendang sudah berjamur.

"Saya jelaskan kelalaian ada pada siapa. Dan, sejak itu demi mengantisipasi kejadian serupa, saya selalu memberi masukan cara memperlakukan parsel jika mereka mau mengirimkan sendiri," tutur Andam.

Tak hanya itu, setahun lalu dia hampir merugi karena pembatalan pesanan. Padahal kala itu dia sudah terlanjur membeli 40 kg daging. Tapi, karena tidak ada ikatan tanda jadi, Andam tidak bisa minta ganti rugi. Akhirnya, bahan baku yang terlanjur dibeli dia olah sebagai stok. Kejadian itu memberi pelajaran berharga baginya agar selalu menerapkan uang muka sebagai tanda jadi.

Karena sangat menyenangi bisnis kulinernya ini, perempuan kelahiran Jakarta ini menikmati setiap perjalanan usahanya. Dia bilang kepuasan tidak selalu berarti banyaknya pesanan atau materi yang didapat, tapi juga dari tanggapan pelanggan yang senang dan puas dengan produknya.

Di luar kesibukan mengembangkan Rendang Uni Farah, Andam masih sempat menyalurkan hobi menulisnya. Bahkan, dia sedang menulis novel trilogi tentang kehidupan religi berbalut roman. (Dupla Kartini/Kontan)


Sumber : Kompas.com

2 komentar:

  1. sukses ya bu.. maknyusss bgt! Recommeded!!

    BalasHapus
  2. Mantab Abiszz! sampe nambah 3x (dpi'89)

    BalasHapus

Silahkan beri komen Anda ...

Share

Grab This